Di sebuah pulau tak berpenghuni…
Tetesan hujan jatuh seperti peluru, dan deburan ombak seperti drum. Dengan sebuah belati, Arielle Moore memotong-motong kayu itu dengan susah payah untuk menjadi tempat tumpuannya. Dengan kondisi yang demikian, Arielle terlihat tenang, seolah-olah dia tidak merasakan apa-apa saat hujan terus menerpa wajahnya.
Dia telah kehilangan kontak dengan keluarganya selama sepuluh tahun. Ketika dia akhirnya menemukan Keluarga Southall sebagai keluarganya, tempat dimana ia akan mencari tahu kebenaran tentang kematian ibunya dan penculikannya, sekelompok orang yang mengaku sebagai orang yang akan membawanya pulang mencoba membunuhnya.
Syukurnya, Arielle berhasil mengalahkan mereka, sayangnya kapalnya tenggelam, dan dia berakhir di pulau tak berpenghuni ini.
Ini adalah hari ketujuh di pulau itu, dan dia belum melihat ada orang, perahu, atau kapal yang lewat. Untungnya, ada banyak pohon dan tanaman di pulau itu, dan dia telah membuat sendiri perahu kayu sederhana. Namun ketika dia mulai untuk membuat dayung, tiba-tiba hujan deras turun.
Bangkit berdiri, Arielle hendak meregangkan tubuh ketika dia melihat sesuatu yang gelap bergerak di dekat bebatuan.
Berjalan dengan curiga, ia mendekati bayangan tersebut, dan Arielle terkejut saat melihat bahwa bayangan tersebut adalah seorang pria.
Pria itu tampan, tetapi wajahnya pucat. Dia mengalami luka di pinggangnya, dan darahnya bercampur dengan air laut. Luka tersebut membentuk seperti gambaran matahari yang sedang terbenam di air.
Arielle meletakkan jarinya di bawah hidung pria itu. Ketika dia menyadari pria itu belum mati, dia mulai menyeretnya lebih jauh, ke dalam gua tempat dia tidur selama beberapa hari terakhir.
Setelah menyalakan api, dia berlari kembali ke tengah hujan. Sesaat kemudian, Arielle kembali dengan beberapa ramuan di tangannya.
“Kamu beruntung bertemu denganku,” kata Arielle sambil mengulurkan tangan untuk melepas pakaian pria itu.
Arielle melirik sekilas ke pinggang pria itu untuk menemukan ada luka hujaman pisau yang cukup dalam.
Apakah itu mengenai organ dalamnya?
Saat Arielle meraih pergelangan tangan pria tersebut untuk merasakan denyut nadinya, tangan si pria meraih meraih tangannya dan bertanya dengan suara lemah, “S-Siapa kamu?”
Suara pria itu hampir seperti bisikan, tetapi cengkeraman tangannya cukup kuat untuk ukuran orang yang sedang terluka.
Sambil melihat pria itu dengan tatapan muram, Arielle berkata, “Hah? Siapa saya? Saya penyelamat Anda… Jika Anda tidak akan melepaskan tangan saya segera, maka sepertinya saya bakal membuat batu nisan untuk Anda. Nisan untuk mengenang seseorang yang saya tak tahu namanya. Apakah itu terdengar bagus?”
Mendengar jawaban Arielle, Pria itu hanya mengerutkan alisnya dalam diam. Kemudian, matanya melayang ke arah ramuan yang dihancurkan di tangannya.
“Ada apa? Lepaskan! Aku akan membantumu.” Sambil berkata, tangan Arielle mencoba melihat ke arah luka si pria itu lagi.
“Aku akan melakukannya sendiri…” Dengan ekspresi jijik, pria itu mendorong tangan Arielle dan melepas bajunya sendiri. Matanya yang yang berwarna gelap mengawasi Arielle dengan waspada.
Begitu bajunya terlepas, Arielle melihat sosok badan yang kekar, dada dan perutnya membentuk siluet huruf V dengan delapan kotak bagian seperti potongan roti sobek yang membentuk dari dada hingga turun masuk ke bagian celananya.
Sosok pria ini… Sepertinya dia gagah juga…
Tidak dapat menahan diri, Arielle menelan ludah. Tersipu, dia kemudian dengan hati-hati menempelkan ramuan yang dihancurkan di tubuh pria itu.
“Apa ini?” tanya pria itu. Suaranya rendah, dan dia tidak bisa mendengar emosi apa pun di dalamnya.
“Ramuan antiseptik untuk menghentikan pendarahan.”
“Dimana saya?”
Pada awalnya, Arielle agak malu berada di dekatnya. Namun, setelah mendengar aliran pertanyaannya yang konstan, dia mengangkat kepalanya untuk menatapnya dengan tidak sabar.
Dia tampan, sayangnya terlalu banyak tanya…
Jika aku tahu di mana aku berada, aku tidak perlu terjebak di tempat ini selama tujuh hari, bukan?
“Jika Anda memiliki pertanyaan, Anda dapat bertanya kepada guru Anda nanti. Mengapa kamu tidak menyimpan tenagamu dan berbaring untuk beristirahat daripada berbicara terus?”
Jengkel, pria itu bergumam, “Ini bukan cara seorang dokter berbicara dengan pasiennya.”
“Maaf?” Arielle terengah-engah, “Apakah ini cara Anda berbicara dengan penyelamatmu?”
Mendengar itu, pria itu mengerutkan alisnya. “Kamu wanita yang kasar…”
“Bung, Anda tidak sopan!” Keduanya kemudian saling melotot saat ketegangan di atmosfer meningkat.
Pada akhirnya, Arielle adalah orang yang mengalah. Dia tidak melihat ada gunanya perang kata-kata dengan seorang pria yang terluka, jadi dia berdiri dan berkata, “Hujannya cukup deras, jadi akan jauh lebih dingin di malam hari. Aku akan menyalakan api lagi. Tetaplah di sana…”
Saat Arielle berjalan menuju sudut, pria itu berbicara lagi. “Hei!”
“Ada apa lagi?” Arielle berputar.
Jika aku tidak menyalakan api ini sekarang, kita berdua akan mati kedinginan malam ini.
Mulut pria itu terbuka, tetapi dia akhirnya berkata, “Tidak… Tidak ada…”
Memutar matanya, Arielle kembali menyalakan api.
Hanya ada satu cara untuk menyalakan api di pulau lembab, mengebor kayu. Dan itu membutuhkan waktu lebih dari satu jam untuk akhirnya Arielle mampu menyalakan api kecil. Namun, angin di luar bertiup masuk dan mengakhiri hidupnya yang singkat.
“Hei,” kata pria itu lagi.
“Apa?!” Arielle menjerit. Saat dia berputar, dia mendengar suara sesuatu yang metalik jatuh ke tanah. Kemudian, dia melihat korek api di dekat kakinya.
Ya? Oh!
Setelah hening tiga detik, Arielle mengutuk keras, “Sepertinya Anda lelaki yang brengsek!”
Pria itu perlahan menutup matanya dan berbalik, tetapi ada senyum kecil tumbuh di bibirnya.
Malam segera tiba. Keduanya beristirahat di kedua sisi gua.
***
Di tengah malam, Arielle terbangun karena mendengar suara mendengus. Membuka matanya, sesaat kemudian dia menyadari bahwa wajah pucat pria itu benar-benar putih. Dia meringkuk ke dalam dirinya sendiri, keringat dingin mengucur di seluruh dahinya.
“Hei… Apa Anda baik-baik saja?” Arielle berjalan mendekat untuk menyodok lengannya, tetapi pria itu bahkan tidak bereaksi.
Dengan tergesa-gesa, dia mengulurkan tangan untuk meletakkan tangannya di pelipisnya, hanya untuk menemukannya tanda-tanda demam.
Sepertinya ada infeksi pada lukanya… Itu sebabnya dia demam.
Arielle berpikir kalau dua amoksisilin bisa meringankan infeksi seperti ini, tetapi di mana dia akan menemukan amoksisilin di pulau tak berpenghuni itu?
Tanpa pilihan, Arielle menggunakan metode lain untuk mendinginkannya, yakni dengan melepas pakaiannya. Namun, meskipun itu menurunkan suhu pria itu, dia mulai menggigil dan bergumam tentang betapa dinginnya itu. Oleh karena itu, Arielle memindahkannya lebih dekat ke api, tetapi kondisinya tidak membaik.
“Sialan,” Arielle mengutuk sebelum melepas pakaiannya. Dia kemudian berbaring dan memeluk pria itu untuk berbagi panas tubuhnya dengan pria itu.
Hah? Siapa yang peduli dia?
Lebih penting menyelamatkan hidupnya terlebih dahulu. Menyelamatkan seseorang adalah perbuatan baik. Mungkin Tuhan akan membiarkan aku bertahan dalam perjalanan kembali untuk menemukan kebenaran dengan keluarga Southall. Jika orang-orang yang datang untuk membawaku pulang mencoba mengambil nyawaku, itu berarti ada yang salah dengan Southalls. Aku akan membalasnya tanpa ampun jika aku mengetahui bahwa ayahku adalah orang yang melakukan ini.
Arielle tenggelam dalam pikirannya saat dia memeluk pria itu. Tanpa terasa, dia segera tertidur.
Ketika dia bangun lagi, dia mendengar suara dan langkah kaki di luar gua.
Hah? Ada orang lain lagi?
Terkejut, dia duduk untuk menyadari bahwa jaket pria itu ada padanya, tetapi pria itu sendiri telah pergi. Dengan terburu-buru Arielle mengenakan pakaiannya, kemudian dengan waspada dia berjalan keluar dari gua.
Jika ini adalah orang-orang yang mencoba membunuhku… Betapa profesionalnya mereka…
Namun, ketika Arielle mencapai pintu masuk gua, dia menyadari ada barisan pengawal berpakaian hitam. Di kejauhan ada sebuah helikopter, dan pemimpin pengawal sedang berbicara dengan pria yang dia selamatkan tadi malam.
Saat itu, pria itu berbalik. Arielle bisa melihat wajah pria itu dengan pencahayaan yang tepat. Dia terlihat tampan, dan auranya cukup mengintimidasi hanya dengan berdiri di sana. Selain pucatnya, dia tampak seperti bukan orang yang terluka dan demam semalam.
Sepertinya dia cepat pulih…
“Anda…”
Tepat ketika Arielle mulai berbicara, pria itu menyela, “Apa yang kamu inginkan?”
“Apa?” Arielle bertanya untuk memastikan kalau pria itu sedang bertanya padanya.
Tanpa ekspresi, dia menjelaskan, “Kamu menyelamatkanku, jadi sebagai balas budi, aku akan memenuhi permintaanmu…”
Arielle terdiam sesaat. “Dasar lelaki kasar! Saya menyelamatkanmu, tetapi Anda bahkan tidak mengucapkan terima kasih!”
Tepat ketika kata-kata itu meninggalkan bibir Arielle, semua pengawal menatapnya, terperanjat. Seolah-olah dia telah mengatakan sesuatu yang aneh. Namun, ekspresi si pria itu tetap netral.
“Kamu akan menyesal jika melewatkan kesempatan ini.”
Mendengar itu, Arielle marah, tapi pada akhirnya dia berpikir beberapa saat.
Perahu kayuku mungkin tidak akan bertahan sampai aku mencapai daratan…
Sambil menggertakkan giginya, dia meremas jarinya dan berkata, “Antarkan saya pulang!”
Sekarang, giliran si pria yang terlihat tercengang. “Uhm… Cuma itu?”
“Memangnya apa lagi?” Arielle hanya punya satu keinginan, yaitu meninggalkan pulau tak berpenghuni ini.
Meliriknya seolah-olah dia idiot, pria itu kemudian menuju helikopter.
***
Tiga jam kemudian, helikopter itu melayang di langit Jadeborough.
“Apa itu tempatnya?” tanya pria itu, menunjuk ke manor di bawah.
“Sepertinya begitu…” Arielle hampir tidak memiliki kenangan masa kecilnya, tetapi dia telah menyelidiki Keluarga Southall sebelum kembali ke negara tempat kampung halamannya itu.
Tempat itu seharusnya milik seorang Moore, tapi sekarang telah menjadi milik seorang pria yang tidak pernah berpikir untuk mencarinya setelah hilang selama sepuluh tahun. Pria itu adalah ayahnya sendiri.
“Turun,” perintah pria itu.
Sang pilot langsung menjawab, “Baik, Pak!”