Berlokasi di salah satu dari sekumpulan pulau di tengah samudera luas, terlihat sebuah kastil yang menjulang tinggi dan megah.
Kastil itu adalah satu-satunya hal yang memperlihatkan adanya kehidupan di gugus pulau tersebut, pemandangan lainnya hanya hamparan pulau-pulau kosong yang tandus. Namun, saat ini ada sekitar seratus ribu orang yang berpotongan seperti prajurit gagah di seputaran kastil. Mereka berdiri diam mematung namun jika dilihat dari jarak yang lebih dekat, semua prajurit tersebut nampak memerah matanya seperti menahan tangis. Mereka semua mematung dalam posisi hormat melihat ke arah pintu gerbang kastil.
Sesaat kemudian, terdengar bunyi derit dari pintu gerbang yang terbuat dari perunggu itu, lalu seorang pemuda jangkung berjaket hitam melangkah keluar pagar. Wajahnya terlihat dingin, di belakangnya, seorang pria yang bertubuh besar dan gempal namun terlihat lincah, berjalan mendampinginya. Selain pria raksasa nan gemoy itu, ada juga 7 orang lainnya, pria dan wanita.
Kemunculan orang-orang tersebut disambut dengan hormat oleh para seratus ribu prajurit secara serempak, pekikan hormat dan hentakan sepatu bot mereka mampu memekakan telinga siapapun yan mendengarnya.
Isaac Garten mengangkat tangan kanannya untuk membalas penghormatan mereka. Setelah para prajurit terlihat tenang dan menyimak, ia mulai berkata-kata dengan suara keras namun nadanya terdengar kalem.
“Ketika aku datang ke sini tujuh tahun lalu, aku hanyalah seorang pesakitan yang sedang menanti hukuman mati… Sekarang, musuh-musuh telah dikalahkan, dan kondisi kita dalam keadaan aman dan damai… Kini saatnya aku pulang untuk menemui istri dan anakku…”
Dia lalu berbalik untuk melihat orang-orang di belakangnya, sekumpulan individu yang merupakan para jenderal dari tujuh pasukan. Mereka berlutut memberi penghormatan, seraya berkata secara bersamaan, “Selamat jalan, Drakon!”
Sepuluh menit kemudian, sebuah helikopter mengeluarkan suara gemuruh saat naik ke angkasa dan terbang ke arah timur dari pulau di tengah samudera dimana kastil itu berada.
***
Matahari terbenam pada saat Isaac dan si pria raksasa gemoy itu, yang sedang mengisap permen lolipop, berjalan keluar dari Bandara Cloud City, Southland. Si gemoy mengeluarkan map dan menyerahkannya kepada Isaac, sembari berkata, “Ini… Ini adalah informasi tentang istri dan anakmu…”
Isaac melirik map itu, tetapi dia tidak menerimanya. “Gemoy, beberapa lembar kertas tidak akan bisa memberitahuku apa yang telah mereka lalui selama bertahun-tahun… Pergilah sebentar untuk bersantai…”
Mendengar itu, Bob Gemoy terkekeh, lalu berbalik dan pergi tanpa menoleh ke belakang lagi.
Isaac lalu melihat sekeliling lingkungan yang terasa pernah akrab namun aneh sembari bergumam, “Ketika aku ditangkap tujuh tahun yang lalu, kamu sudah hamil. Kuharap kau baik-baik saja, Ally!”
Setengah jam kemudian, Isaac turun dari taksi di alamat tujuannya dan melihat sebuah bangunan yang kumuh dan kotor di hadapannya bernama Pasar Petani Westside. Dia mengerutkan kening dan bertanya-tanya mengapa alamat Ally menunjukkan bahwa dia tinggal di sini.
Begitu Isaac berjalan ke arah pasar, telinganya langsung dibombardir oleh teriakan orang-orang di dalam, bau makanan laut yang sudah busuk juga menyerang lubang hidungnya.
Ketika dia sampai di sebuah toko yang menjual makanan laut lokal, dia mendongak dan melihat seorang gadis kecil, sekitar enam atau tujuh tahun, duduk di bangku di luar toko. Dia mengenakan kaos berwarna biru pudar, dan rambutnya dipangkas rapi, tetapi kulitnya sangat pucat, tampak sepertinya dia kekurangan gizi.
Saat itu, si gadis kecil sedang membungkuk di atas talenan berlumuran darah sedang memotong ikan. Dia tampak seperti kesulitan untuk mengendalikan pisau pemotong ikan, dan pakaiannya banyak terdapat noda cipratan darah.
Merasa ada seseorang yang mengawasinya, si gadis kecil mendongak dan bertemu dengan tatapan Isaac.
Memandang wajah gadis kecil itu dengan jelas, telinga Isaac berdengung, dan pikirannya menjadi kosong, ia bisa lihat kalau wajah gadis kecil tersebut hampir mirip seperti wajah Ally, istri yang telah ditinggalkanya selama tujuh tahun.
Dengan tangan gemetar, dia mengeluarkan foto dari sakunya. Hanya butuh satu lirikan untuk mengetahui dengan pasti bahwa gadis kecil ini adalah putrinya, yang dia lihat untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun.
“Saya…” Isaac tersedak.
Apa gadis kecil itu paham siapa aku?
Bukankah akan menjadi hal yang menakutkan bila tiba-tiba aku datang dan mengatakan kepadanya kalau aku adalah ayahnya?
Sesaat kemudian, seorang wanita gemuk memasuki toko dengan sebatang rokok menjuntai dari mulutnya. Dia menatap gadis kecil itu dan melambaikan tangannya dengan tidak sabar.
“Apa kamu sudah selesai memotong ikannya? Pergilah kalau sudah selesai! Sialan! Saya bakal rugi 500 dolar kalau caranya begini!”
Gadis kecil itu menatapnya dan mengusap keringat di dahinya sebelum tersenyum manis. “Nyonya Fran… Nyonya tadi bilang akan memberi saya sepuluh dolar dan roti setelah saya selesai…”
Si gadis kecil memandang Nyonya Fran dengan penuh harap dan menelan ludah, terlihat kalau dia kelaparan namun berusaha untuk tidak menunjukkannya.
Sambil menyemburkan asap rokoknya, Nyonya Fran berteriak, “Bocah sialan! Kamu mau saya bayar kamu dengan memotong sedikit ikan? Kamu gila duit seperti ibumu!”
Kemudian, dia mengambil sisa roti gulung dari konter dan tertawa mengejek. “Hei! Kamu mau ini ya?!”
Gadis kecil itu mengangguk penuh semangat, matanya melirik pada gulungan roti sembari menelan ludah, lalu dia berusaha meraihnya.
Namun, Nyonya Fran tiba-tiba melepaskan roti itu, membuatnya jatuh ke tanah dan menjadi kotor. Lalu dia menginjaknya dan meludahinya, “Kamu cuma tahu makan, bocah sialan?! Kalau begitu, makanlah itu!”
Gulungan roti yang jatuh itu keluar dari bungkusnya dan tak lagi berbentuk makanan karena tertutup kotoran, tetapi mata gadis kecil itu berbinar saat dia memungutnya dan mengunyahnya segera.
Dengan mulut penuh roti kotor, dia bergumam, “Saya bukan bocah sialan! Saya punya dua nama, Isabella Booth atau Bella!”
Ketika Isaac mendengarnya menyebut nama “Bella”, dia merasa hampir pingsan. Teringat, tujuh tahun yang lalu, ketika Ally baru saja hamil, mereka setuju untuk menamai bayi itu Bella jika ternyata perempuan.
Melihat apa yang terjadi, Isaac tidak bisa menahan diri lagi. Dengan air mata seperti akan tumpah, dia berlari menuju Isabella. Dia menahan roti gulung dari tangan si gadis kecil, dan meraih tangan mungilnya. Saat menggenggam tangan Bella, Isaac dapat merasakan kalau tangan itu begitu kurus, hampir-hampir hanya seperti kulit dan tulang, dan tangan tersebut gemetar.
“Ini sudah kotor… Kamu tidak bisa memakannya lagi…” Isaac menahan air matanya sambil mengambil roti gulung itu dan membuangnya.
Dia memandang Nyonya Fran dengan dingin dan berkata, “Bisa-bisanya Anda memperlakukan seorang gadis kecil seperti itu? Apa Anda ini monster?!”
“Heh! Apa-apaan ini? Dari mana Anda? Saya sudah di sini sepuluh tahun! Berani-beraninya orang baru seperti Anda ikut campur urusan saya?! Apa masalah Anda dengan saya?” Nyonya Fran menjawab sambil tertawa.
Tiba-tiba, Isaac berjalan ke arahnya lalu menampar perempuan itu dengan keras.
Sebelum perempuan itu memahami apa yang terjadi pada dirinya, ia merasa seakan sedang terbang, lalu mendarat di lemari kaca yang membuatnya menjerit karena kesakitan.
Melihat hal tersebut, Isabel ketakutan tetapi ia tetap berdiri di tempatnya karena tahu Isaac sedang menolongnya.
Isaac lalu menoleh padanya dan berjongkok, menatapnya dengan lembut. Kemudian, dia bertanya sambil tersenyum, “Bella, apa kamu bisa mengantarkan saya menemui ibumu?”
“K-Kenapa Om ingin bertemu dengannya?” Bella balik bertanya sembari melangkah mundur karena merasa takut.
Hati Isaac terharu saat dia melihat kewaspadaan di Bella. Dengan menekan perasaannya yang kacau, ia berkata, “Aku ingin melindungimu dan ibumu…”
***
Sebelum malam tiba, Isaac mengajak Isabella untuk makan dan memesankannya paket ayam goreng. Saat Isaac melihat Bella melahap makanannya, ia merasa hatinya lebih pedih lagi.
Apa yang telah terjadi selama tujuh tahun ini?
Di tengah makannya, Isabella tiba-tiba berhenti dan mengisap jari-jarinya. Dia bertanya, “Om, apa saya boleh menyimpan sisanya untuk ibu saya?”
Sepertinya Bella belum kenyang, tetapi dia ingin menyisakan beberapa potong ayam untuk ibunya.
Isaac menepuk kepalanya dengan lembut dan berkata sambil tersenyum, “Kalau mau, kamu bisa dapatkan ayam sebanyak apapun, jadi tidak usah khawatir. Aku akan membawa ibumu ke sini nanti kalau dia juga mau.”
Merlihat sikap Isaac, Isabella merasa jadi lebih santai. Entah karena sekarang perutnya sudah begitu kenyang, atau dia seperti merasa ada ikatan denngan pria baik di depannya.
Lalu Bella bercerita pada Isaac bahwa dia dulu tinggal di sebuah rumah yang besar, tetapi pamannya telah mengusir ia dan ibunya, karena sang paman menginginkan rumah itu untuk dirinya sendiri.
Mata Isaac sesaat berkedip dingin saat mendengar ini.
Andrew Booth telah mengusir kakak perempuan dan keponakannya keluar dari rumah yang bahkan bukan miliknya. Apa yang baru dia dengar dari Bella menambah luka lama sebab jika bukan karena Andrew, Isaac tidak akan pernah berakhir sebagai tahanan untuk menunggu hukuman mati!
Setelah Isaac lihat Bella selesai dengan makannya, sembari menekan amarahnya ia memesan taksi, dengan arahan Isabella mereka pergi ke sebuah gedung di pusat kota.
Ketika mereka tiba, Bella menunjuk ke gedung dan berkata, “Ibuku bekerja di sini, di lantai 15. Selama ini iia tidak pernah mengizinkanku datang untuk mencarinya…”
“Baiklah, aku akan membawamu kepadanya. Semuanya akan baik-baik saja…” Isaac memegang tangan Bella saat mereka masuk ke dalam gedung untuk naik lift ke lantai lima belas.
Sesampainya di sana mereka disambut oleh pemandangan kantor yang kosong dan sunyi. Namun saat mereka berjalan lebih ke dalam, tiba-tiba terdengar tawa mengejek seorang pria. “Jadi, bagaimana rasanya menggosok toilet sepanjang hari, Allegra? Jika Anda sudah merasa cukup, lepaskan pakaian Anda dan berlututlah. Lihat betapa berkeringatnya kamu…”
Lalu suara panik dari seorang wanita terdengar. “Tuan Gill, apa yang Anda lakukan? Lepaskan aku, atau aku akan… Aku akan berteriak minta tolong!”
Mendengar itu, Isaac mengerutkan kening dan menoleh ke Isabella, berkata, “Bella, tunggu di sini sebentar…”
Kemudian, dia berjalan menuju kamar kecil tempat asal suara itu terdengar dan menendang pintu hingga terbuka. Kemudian apa yang ia lihat adalah pemandangan seorang pria gemuk yang mencoba melakukan pelecehan terhadap seorang wanita yang mengenakan seragam pembersih.
“Hei! Lepaskan tanganmu darinya, dasar bajingan!” Issac berteriak, berlari ke arah mereka.
Melihat seorang asing tiba-tiba masuk, Tuan Gill yang terkejut tidak sempat untuk melihat sebuah tangan melayang ke arah wajahnya, dan ambruk seketika di lantai karena pukulan itu.
Wanita berseragam pembersih, Allegra Booth, melihat kejadian tersebut dengan panik. Lalu dia menatap wajah pria yang baru saja masuk, ketika dia melihat wajahnya, Allegra merasakan dirinya seakan membeku.